Jika Kau Bukan Anak Raja, Juga Bukan Anak Ulama Besar, maka Menulislah

Selasa, 14 Januari 2014

Puisi-Puisi di Radar Bojonegoro (Jawa Pos Grup), Minggu, 5 Januari 2014

Puisi-Puisi karya Ahmad Zaini*

Demi Nasib Sang Buruh

bendera nasib
terkibar di tengah arakan nyawa
menghunus tuntutan
agar nasib bisa merasa

bermandi peluh
mengulum kelu
demi taraf hidup
lebih bermutu

arakan berderak melepuh kulit
terbakar bara aspal
di sengat mtahari

perjuangan lebih mendobrak tirani
pada keangkuhan
penguasa dan pengusaha
yang tak berhati

Tamsil Buruh

sehari makan sehari puasa
sehari minum sehari dahaga
itulah tamsil buruh
yang kini menggeliat
di sepanjang jalan tak berujung

mereka berteriak
menggetarkan gedung dan gudang menjulang
mengempis perut memburai suara
menggetarkan meja
orang-orang berdasi berkaca mata

kepekaan tumpul perlu di asah
agar mereka mengerti bagaimana kehidupan buruh
antara ada dan tiada
mengerti nafas buruh
sesak tercekik hidup yang sengsara

Tentang Kematian Seorang Buruh

perlawanan seakan tiada arti
ketika derak langkah kami diterjang badai
tubuh-tubuh kekar itu mengempit gerak
lalu melempar kami pada jurang kematian

apakah kami hanya nyawa tak berarti
hingga kau menyerang tanpa hati?

demi hidup dan martabat
kami berdiri tegak
tetap bergerak menjebol
keangkuhan dan kesemena-menaan
yang kaya pada yang papa

di sebuah gang nyawa melayang
diiring tabur bunga dan air mata
lantaran nganga luka
di ujung parang seorang preman

Selagi Pagi Masih Berembun

kulit dan tulang mengapit nafas
tak ada secuil daging membuka alir udara
kerut ari mengering terhisap kesombongan
dan kematian nurani

adakah segar udara menyejukkan kulit kami
adakah jernih air membilas noda di muka kami

salagi pagi masih berembun
nafas itu akan tetap mengalir
menapaki ujung-ujung sinar matahari
hingga senja melumat hari

Masa Lalu

Embun belum kering
kicau emprit dari balik rindang dedaunan
masih bersahut mengeja pagi yang baru terbit
namun bayangmu telah muncul
di depan pintu waktu yang  dini

senyummu mengungkit masa lalu
sapamu mengurai cerita
tentang kuncup bunga yang baru mekar
tentang biru langit yang berlukis awan 
tentang kupu-kupu yang bermetamorfosis
tentang air jernih di telaga kehidupan
yang menyimpan sejuta cinta  masa silam

Engkau yang Kurindu

Suaramu dari seberang
melintasi samudra dan cakrawala
beradu dengan gelegar petir
yang mengiringi musim kemarau basah

senyummu mengirim pesan harapan
yang hidup di tanah gersang dan kerontang
tunggu sampai musim penghujan
aku akan datang dengan harapan
yang kini masih terbungkus debu kehidupan

peluh di kening
telah membakar semangat
bersua denganmu
di perbatasan musim

kekar pundak
kini  telah menyatu dengan bahu yang ngilu
gurauku tak mampu menembus waktu
tergilas suara mesin menderu

engkau yang kurindu tunggu aku
di batas waktu

Wanar, 26 September 2013

*Penyair adalah tenaga pendidik di SMA/MA Raudlatul Muta’allimin Babat

beralamat di Wanar Pucuk Lamongan