Pilihan Hati
Pucuk paku laksana mata hati
Dialah yang menentukan arah pilihan nanti
Beralas kelembutan bantal
Kulunakkan diri
Menentukan pilihan
Demi kemajuan negeri
Wanar, Juni 2018
Bilik Suwung
Kurahasiakan pilihan di suwung bilik
Mata buta
Telinga tuli
Mulut bisu
Tangan dan kaki lumpuh
Hati yang membimbing
Gerak kami
Menentukan sengsara
Atau sejahtera rakyat
Di negeri ini
Wanar, Juni 2018
Klimaks Panggung Politik
Tawa kesombongan
Duka nestapa
Klimak syahwat
Di siang hari
Tak perlu menguras air mata
Setelah kau lemah dalam persaingan
Lunglai sebelum hitung kekalahan
Tak perlu mengumbar kesombongan
Setelah kau digdaya dalam pertempuran
Membusungkan dada
Sebelum hitung kemenangan
Tak perlu kau banggakan
Tak perlu kau sedihkan
Di alam demokrasi
Semua serba kemungkinan
Karena rakyatlah yang menentukan
Wanar, Juni 2018
Rakyat atau Uang
Apa yang kau pikirkan
Setelah kemenangan
Rakyat atau uang
Jika rakyat kau pikirkan
Martabat yang kau dapatkan
Jika uang kau lamunkan
Kehinaan dan kenistaan yang kau rasakan
Kemenangan adalah amanat rakyat
Yang kaupertanggungjawabkan
Di hadapan pengadilan Tuhan
Wanar, Juni 2018
Boleh Beda
Pilihan boleh beda
Namun rasa tetap sama
Bendera boleh beda
Negara tetap sama
Bersama kita maju
Tak perlu ada cemburu
Bersatu kita jaya
Tak perlu ada curiga
Bersama kita jaya
Bersama kita bahagia
Wanar, Juni 2018
Matahari Tak Pilih Kasih
Matahari itu terbit
Muncul dari rerimbun daun
Mencairkan kebekuan embun
Di ujung rerumput malam
Kebuntuan jalan
Menuju kehangatan
Adalah beban di pundak kekuasaan
Tangis kelaparan
Di gubuk penderitaan
Adalah pekerjaan di setumpuk program
Matahari tak pilih kasih
Ia ikhlas menyinari
Tanpa pandang hati
Wanar, Juni 2018
Merajut Serpihan Hati
Tuhan,
Engkau telah melahirkan pemimpin
Dari peselisihan dan perbedaan pilihan
Aku menangis di tengah perseteruan
Tuhan,
Pilu hatiku memendam cara
Merajut kusut benang persaingan
Yang sulit terurai
Di hamparan siang
Aku yang lemah
Memohon kepadaMu
Rajutlah serpihan hati
Yang tercecer di bendera partai
Agar utuh di bendera negeri
Berseri
Wanar, Juni 2018
Ahmad Zaini, lahir di Lamongan, 7 Mei 1976. Beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di berbagai media cetak dan online nasional serta di berba
gai buku antologi puisi dan cerpen bersama sastrawan nusantara. Ia tinggal di Wanar, Pucuk, Lamongan, Jawa Timur.