Jika Kau Bukan Anak Raja, Juga Bukan Anak Ulama Besar, maka Menulislah

Kamis, 04 Februari 2016

Dananjaya (Cerpenku di buku kumcer Bukit Kalam, Dewan Kesenian Lamongan, 2015)

Dananjaya
Cerpen karya Ahmad Zaini

“Dananjaya keparat!” teriak Narti dari balik jeruji besi. Gema teriaknya merambati lorong-lorong ruang tahanan.
Para penjaga tahanan melongo lalu melihat ke ruang tahanan Narti. Mereka bergegas menuju ke arah Narti.
“Jangan berisik! Dasar wanita penilap uang negara,” umpat penjaga tahanan sambil membuang puntung rokok dari jari tangan kanannya.
“Apa katamu? Kau mengataiku sebagai penilap uang negara?” tanya Narti geram. Tangan kanan Narti menerobos celah jeruji. Dia menarik kerah baju penjaga tahanan. Wanita ini tidak rela jika disebut sebagai penilap uang negara.
Cih, najis!” umpat penjaga tahanan sambil melempar tangan Narti yang berusaha menarik kerah seragamnya.
Mata Narti melotot. Dia bagai harimau yang sedang berusaha menerkam mangsanya. Giginya gemeretak ingin menelan penjaga tahanan keparat yang mengatainya sebagai penilap uang negara.
“Dananjaya. Dialah orang yang paling bertanggung jawab atas semua hinaan yang sering kuterima. Dananjaya keparat!” teriak Narti yang gemanya menggetarkan seluruh dinding tahanan.
“Diam…! Kalau kau tidak bisa diam, mulutmu akan kusumpal dengan kaos kaki ini!” bentak penjaga tahanan sambil menunjuk kaos kaki kumalnya.
Narti tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya mampu berteriak lalu menangisi kesialan hidup yang menimpanya sekarang ini. Janda satu anak yang dulu pernah menjadi buruan para lelaki hidung belang ini tak berdaya menghadapi masalah hukum yang dialaminya. Dia menjadi tahanan karena disangkutpautkan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Dananjaya.
***
Narti merupakan janda kembang beranak satu. Dia berpisah dengan suaminya karena dia tidak betah menerima perlakuan suaminya. Narti sering menjadi korban keegoisan suaminya yang berlatar belakang kelurga kaya raya. Wanita anggun ini sering dikatai suaminya sebagai wanita kere. Wanita mlarat. Wanita gelandangan. Bahkan yang sampai sekarang masih diingat oleh Narti dan luka hatinya masih menganga adalah umpatan suaminya yang mengatakan bahwa Narti pelacur, lonte, dan sebangsanya. Sungguh siksaan batin yang luar biasa dialami oleh Narti.
Pernah suatu malam Narti diajak jalan-jalan oleh suaminya. Karena masalah sepele, Narti diturunkan oleh suaminya di tengah jalan. Dia terpaksa harus berjalan kaki sampai ke rumahnya. Di sepanjang jalan Narti berjalan sendiri tak ada seorang pun yang dijumpainya. Tak ada jasa angkutan atau ojek yang ditemuinya karena sudah larut malam. Narti harus berjalan sekitar lima kilometer untuk bisa sampai ke rumahnya.
Sesampai di rumah, pintu utama rumah telah dikunci suaminya. Narti berusaha membangunkan sang suami dengan memanggilinya serta mengetuk-ngetuk pintu rumahnya. Dia juga berusaha menelepon nomor hape suaminya. Akan tetapi, usaha Narti sia-sia karena suaminya memilih merapatkan selimut tidurnya daripada membukakan pintu untuk istrinya.
Narti berjalan ke arah samping rumahnya. Dia mengecek beberapa daun jendela dengan harapan ada yang lupa dikunci. Daun-daun jendela itu ternyata terkunci rapat sehingga Narti tidak menemukan celah sedikit pun untuk menyelinap ke dalam rumah. Pada sofa bekas yang berada di samping rumahnya, Narti terpaksa tidur di situ hingga pagi hari.
***
Setelah menjanda beberapa tahun, Narti bertemu dengan Dananjaya. Bermula dari usahanya sebagai jasa katering, Dananjaya datang kepadanya untuk memesan makanan. Waktu itu ada kegiatan sosialisasi proyek pembangunan rumah susun yang dipimpinnya. Dananjaya memesan ribuan paket konsumsi untuk warga yang diundang dalam acara tersebut.
Dananjaya memiliki trik khusus agar proyek yang dipimpinnya berjalan mulus tanpa ada hambatan atau gangguan dari warga sekitar. Warga yang tinggal di sekitar proyek sering diundang makan-makan. Setelah makan bersama, mereka mendapatkan uang transport dua ratus ribu per kepala keluarga. Kegiatan seperti itu sering dilakukan oleh Dananjaya agar mereka ikut membantu serta mengamankan terlaksananya proyek Dananjaya. Pengusaha sukses ini pandai mengambil hati warga agar tidak berbuat macam-macam untuk menggagalkan proyeknya.
Rencana Dananjaya berjalan mulus. Para warga tidak ada yang memprotes proyek itu meskipun mobil proyek yang memuat material sering melintas di jalan tempat mereka tinggal. Jalan rusak parah. Jalan yang baru dibangun satu tahun itu sudah pecah-pecah dan berlubang.  Apalagi kalau musim kemarau. Setiap kendaraan proyek melintas, debu beterbangan ke sana kemari. Debu-debu itu menyerobot celah-celah ventilasi lalu masuk ke rumah warga. Seluruh perabot dan aksesori rumah diliputi debu. Mereka juga banyak yang mengeluh pada pernapasan. Tidak sedikit dari mereka terkena infeksi saluran pernapasan akut. Akan tetapi, tak satu pun warga yang berani mengadukan masalah ini kepada pihak yang berwajib. Mereka juga tidak berani melakukan blockade jalan dengan menanam pohon pisang atau memalangi jalan dengan bongkahan kayu agar kendaraan proyek tidak bisa melintas di jalan mereka.
Para warga tahu diri. Mereka selama ini sudah dimanjakan oleh Dananjaya karena sering diundang makan-makan serta mendapat uang pesangon. Mereka tidak enak pada Dananjaya jika melakukan aksi penolakan terhadap pelaksanaan proyek meskipun mereka sangat dirugikan oleh proyek tersebut.
Pernah ada aksi dari gabungan LSM yang mengatasnamakan pembela rakyat kecil. Mereka menentang proyek yang dipimpin Dananjaya ini karena merugikan warga. Para warga itu malah membubarkan paksa gabungan LSM yang sebenarnya memerjuangkan hak-haknya. Mereka mengusir para demonstran hingga mereka lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri. Demikian cerdik dan liciknya Dananjaya dalam memuluskan proyeknya sehingga warga sekitar proyeknya tunduk padanya. Para warga seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Mereka menuruti semua kemauan dan membiarkan niat Dananjaya itu berjalan sesuai dengan keinginannya.
Narti sebagai pemilik jasa katering kewalahan menerima pesanan konsumsi dari Dananjaya. Setiap bulan Narti menerima order lima sampai sepuluh kali. Setiap ordernya bernilai enam sampai sepuluh juta. Jadi, selama ada proyek Dananjaya di tempat itu, Narti perbulannya bisa meraup keuntungan antara sepuluh hingga lima belas juta. Sungguh penghasilan yang fantastis bagi seorang janda beranak satu ini.
***
Janda kembang beranak satu ini mulai genit. Narti berpenampilan seperti anak baru gede. Setiap hari dia berpenampilan modis sekali. Bahkan anak gadisnya yang duduk di bangku SMA kalah modis bila dibandingkan dengan ibunya. Para lelaki hidung belang berebut simpati Narti. Mereka sering datang ke tempat Narti meskipun perut mereka belum waktunya diisi nasi. Mereka memesan nasi hanya sekedar basa-basi. Para lelaki itu hanya ingin menikmati kecantikan Narti.
Dananjaya sebagai pemimpin proyek juga sering datang ke tempat usaha Narti. Dengan berlindung di balik topi kuningnya dia bebas datang menemui Narti untuk memesankan konsumsi karyawan dan para warga. Toh, hal semacam itu mestinya bisa dilakukan oleh bawahan Dananjaya.. Dananjaya tidak memedulikan jabatannya sebagai pemimpin proyek. Dia rela menanggalkan jabatannya demi bertemu dengan Narti.
Gayung pun bersambut. Narti juga sangat tertarik dengan Dananjaya. Mereka saling mencintai. Akhirnya, mereka resmi menikah di depan penghulu daerah itu.
Dananjaya terkenal sebagai pengusaha yang memunyai kedekatan dengan penguasa. Di antara mereka tidak ada tabir pemisah. Jika Dananjaya mengurus izin pelaksanaan proyek di mana pun tempatnya, maka penguasa selalu mengabulkannya. Hal ini tidak lepas dari kecerdikan Dananjaya dalam merebut hati orang yang dianggap menguntungkannya. Dananjaya selalu mengirimi mereka dengan segepok uang.
Di samping itu, Dananjaya memiliki perempuan di mana-mana. Setiap ada proyek Dananjaya, di situ pasti ada perempuan yang telah dinikahi secara sirri. Andai dalam setahun dia pindah proyek lima kali, dia juga menikahi perempuan sebanyak lima kali. Oleh karena itu, perempuan-perempuan yang mengaku sebagai istri Dananjaya bisa lebih dari lima jumlahnya dalam satu bulan.
Rumah tangga Dananjaya dengan Narti tak selurus akal bulusnya dalam memuluskan proyek-proyeknya. Rumah tangga mereka dihantam badai perpecahan. Setiap hari dia cekcok dengan Narti. Puncaknya ketika perilaku bejat Dananjaya menghamili anak semata wayang Narti terbongkar.
“Siapa, Lesi yang menghamilimu?” tanya Narti menyelidiki pelakunya.
“Dananjaya,” jawabnya.
Bak disambar petir, tubuh Narti gemetar. Matanya melotot. Mulutnya menganga. Dia lantas melesat mencari Dananjaya.
“Dananjaya, keparat!” teriak Narti sambil menggebuki Dananjaya yang pura-pura tidak tahu kepanikan istrinya dengan rotan pemukul kasur. Dananjaya bangkit dari duduknya. Dia berdiri melawan Narti. Bogeman mentah yang akan dilayangkan kepada Narti mengenai Lesi, anak semata wayang Narti. Lesi tersungkur. Darah segar mengucur dari kepalanya setelah menghantam tiang rumahnya. Lesi tak sadarkan diri. Dia koma. Akhirnya, Lesi meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
“Binatang kau Dananjaya!” umpat Narti sembari meratapi kematian anak tunggalnya.
***
Setahun Narti hidup dalam duka. Dia berusaha melupakan kematian anak tunggalnya. Narti mencari kesibukan dengan membuka usaha baru agar bisa terbebas dari ketergantungannya kepada Dananjaya.
Narti membuka usaha warung makan di pusat keramaian kota. Setiap hari warungnya tidak pernah sepi dari pengunjung. Hal ini dikarenakan warung Narti berada di dekat kantor pemerintah. Setiap pagi atau pada saat istirahat kerja, warung Narti dijejali konsumen yang kebanyakan adalah laki-laki.
Narti berusaha memekarkan senyum pada setiap pengunjung warungnya. Dia ingin melenyapkan kenangan pahit jilid kedua bersama Dananjaya yang telah menghilangkan nyawa anak tunggalnya. Kini Narti hidup mandiri. Dia ingin sukses membuka usaha warung dengan modal sendiri.
Saat usaha Narti mencapai puncaknya, tiba-tiba badai cobaan datang lagi. Narti mendengar kabar bahwa Dananjaya sedang ditangkap dan disidik oleh pihak kepolisian atas dugaan penyelewengan dana proyek pimpinannya. Dia dijerat pasal korupsi yang telah merugikan negara 800 milyar rupiah.
Dananjaya adalah orang yang licin. Dia orang yang sulit ditaklukkan. Para penyidik tidak berhasil menemukan barang bukti keterlibatan Dananjaya dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga 800 milyar rupiah. Akhirnya, Dananjaya dibebaskan dari dugaan kasus korupsi.
Penyidik tidak berhenti sampai disitu. Mereka mengembangkan penyidikan pada orang-orang terdekat dengan Dananjaya. Mereka memanggili para mantan istri Dananjaya yang berjumlah lima belas orang. Salah satunya adalah Narti. Mereka didatangkan untuk dimintai kesaksian atas dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan suaminya.
Para penyidik berhasil menemukan barang bukti baru. Mereka mendapatkan buku rekening bank para mantan istri Dananjaya yang dinilai tidak wajar. Para penyidik menemukan transaksi keuangan yang tidak wajar. Ternyata Dananjaya dalam melakukan transaksi terkait dengan proyek-proyeknya menggunakan nomor rekening istri-istrinya. Oleh karena itu, dalam kasus ini para mantan istri Dananjaya dijadikan sebagai tersangka. Lima belas perempuan mantan istri Dananjaya itu ditangkap lalu dijebloskan ke tahanan oleh para petugas dari pihak kepolsian dan KPK.
Sementara itu, Dananjaya sebagai biang keladi masalah itu tertawa terbahak-bahak. Dia bisa menghirup udara bebas. Dia berkeliaran memimpin proyek-proyek baru yang bernilai milyaran rupiah.
“Dananjaya keparat! Manusia setengah setan! Tunggulah balasan dari perbuatan yang telah kau lakukan ini!” teriak Narti dari balik jeruji. Penjaga tahanan datang menghapiri Narti. Dia menegur Narti agar tidak berteriak-teriak seperti itu lagi.
Narti diam. Dia tidak  berani membantah petugas itu lagi. Dia tidak mampu berbuat apa-apa kecuali hanya mampu meratapi nasib hidup yang di luar batas kemampuannya sebagai seorang janda.
Suasana ruang tahanan pun hening. Tak ada suara dari para narapidana. Yang terdengar hanyalah suara gemerincing borgol Narti yang dibentur-benturkan pada jeruji besi. Gelombang suara borgol itu merembet di sepanjang lorong ruang tahanan. (*)

Wanar, 15 September 2015


BIODATA PENULIS


Ahmad Zaini, dilahirkan di Lamongan. Karya sastranya baik berupa cerpen maupun puisi pernah dimuat oleh beberapa media massa. Antara lain Kompas.com, okezone.com, Radar Bojonegoro, Duta Masyarakat, majalah MPA (kemenag Jawa Timur), majalah Indupati, Tabloid Maarif Lamongan, Tabloid Lensa Lamongan, Media (PGRI Jawa Timur), dan Majalah Wanita UMMI. Cerpen-cerpen yang terbukukan berjudul Telaga Lanang (Lima Dua Gresik, 2012), A Moment to Feel (Pustaka Jingga, 2012), Sayap-Sayap Cinta (D3M Kail Tangerang, 2013), Matahari Baru Buat Katro (D3M Kail Tengerang, 2014), Lentera Sepanjang Rel Kereta (Pustaka Ilalang,2014). Puisi-puisinya terkumpul dalam buku antologi bersama di antaranya Bulan Merayap (DKL,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Sehelai Waktu (Scolar, 2011). Aktivitas sehari-hari sebagai guru di SMA Raudlatul Muta’allimin Babat dan SMA Mambaul Ulum Wanar Pucuk Lamongan. Sekarang berdomisili di Wanar, Pucuk, Lamongan, Jawa Timur

Facebook: ilazen@yahoo.co.id/ Ahmad Zaini.