Dananjaya
Cerpen
karya Ahmad Zaini
“Dananjaya keparat!”
teriak Narti dari balik jeruji besi. Gema teriaknya merambati lorong-lorong
ruang tahanan.
Para penjaga tahanan
melongo lalu melihat ke ruang tahanan Narti. Mereka bergegas menuju ke arah
Narti.
“Jangan berisik! Dasar
wanita penilap uang negara,” umpat penjaga tahanan sambil membuang puntung rokok
dari jari tangan kanannya.
“Apa katamu? Kau
mengataiku sebagai penilap uang negara?” tanya Narti geram. Tangan kanan Narti
menerobos celah jeruji. Dia menarik kerah baju penjaga tahanan. Wanita ini
tidak rela jika disebut sebagai penilap uang negara.
“Cih, najis!” umpat penjaga tahanan sambil melempar tangan Narti
yang berusaha menarik kerah seragamnya.
Mata Narti melotot. Dia
bagai harimau yang sedang berusaha menerkam mangsanya. Giginya gemeretak ingin
menelan penjaga tahanan keparat yang mengatainya sebagai penilap uang negara.
“Dananjaya. Dialah
orang yang paling bertanggung jawab atas semua hinaan yang sering kuterima.
Dananjaya keparat!” teriak Narti yang gemanya menggetarkan seluruh dinding
tahanan.
“Diam…! Kalau kau tidak
bisa diam, mulutmu akan kusumpal dengan kaos kaki ini!” bentak penjaga tahanan
sambil menunjuk kaos kaki kumalnya.
Narti tak bisa berbuat
apa-apa. Dia hanya mampu berteriak lalu menangisi kesialan hidup yang
menimpanya sekarang ini. Janda satu anak yang dulu pernah menjadi buruan para
lelaki hidung belang ini tak berdaya menghadapi masalah hukum yang dialaminya.
Dia menjadi tahanan karena disangkutpautkan dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh Dananjaya.
***
Narti merupakan janda
kembang beranak satu. Dia berpisah dengan suaminya karena dia tidak betah
menerima perlakuan suaminya. Narti sering menjadi korban keegoisan suaminya
yang berlatar belakang kelurga kaya raya. Wanita anggun ini sering dikatai
suaminya sebagai wanita kere. Wanita mlarat.
Wanita gelandangan. Bahkan yang sampai sekarang masih diingat oleh Narti dan
luka hatinya masih menganga adalah umpatan suaminya yang mengatakan bahwa Narti
pelacur, lonte, dan sebangsanya. Sungguh siksaan batin yang luar biasa dialami
oleh Narti.
Pernah suatu malam Narti
diajak jalan-jalan oleh suaminya. Karena masalah sepele, Narti diturunkan oleh
suaminya di tengah jalan. Dia terpaksa harus berjalan kaki sampai ke rumahnya.
Di sepanjang jalan Narti berjalan sendiri tak ada seorang pun yang dijumpainya.
Tak ada jasa angkutan atau ojek yang ditemuinya karena sudah larut malam. Narti
harus berjalan sekitar lima kilometer untuk bisa sampai ke rumahnya.
Sesampai di rumah,
pintu utama rumah telah dikunci suaminya. Narti berusaha membangunkan sang
suami dengan memanggilinya serta mengetuk-ngetuk pintu rumahnya. Dia juga
berusaha menelepon nomor hape suaminya. Akan tetapi, usaha Narti sia-sia karena
suaminya memilih merapatkan selimut tidurnya daripada membukakan pintu untuk
istrinya.
Narti berjalan ke arah
samping rumahnya. Dia mengecek beberapa daun jendela dengan harapan ada yang
lupa dikunci. Daun-daun jendela itu ternyata terkunci rapat sehingga Narti
tidak menemukan celah sedikit pun untuk menyelinap ke dalam rumah. Pada sofa
bekas yang berada di samping rumahnya, Narti terpaksa tidur di situ hingga pagi
hari.
***
Setelah menjanda
beberapa tahun, Narti bertemu dengan Dananjaya. Bermula dari usahanya sebagai
jasa katering, Dananjaya datang kepadanya untuk memesan makanan. Waktu itu ada
kegiatan sosialisasi proyek pembangunan rumah susun yang dipimpinnya. Dananjaya
memesan ribuan paket konsumsi untuk warga yang diundang dalam acara tersebut.
Dananjaya memiliki trik khusus agar proyek yang dipimpinnya
berjalan mulus tanpa ada hambatan atau gangguan dari warga sekitar. Warga yang
tinggal di sekitar proyek sering diundang makan-makan. Setelah makan bersama,
mereka mendapatkan uang transport dua ratus ribu per kepala keluarga. Kegiatan
seperti itu sering dilakukan oleh Dananjaya agar mereka ikut membantu serta
mengamankan terlaksananya proyek Dananjaya. Pengusaha sukses ini pandai
mengambil hati warga agar tidak berbuat macam-macam untuk menggagalkan
proyeknya.
Rencana Dananjaya
berjalan mulus. Para warga tidak ada yang memprotes proyek itu meskipun mobil
proyek yang memuat material sering melintas di jalan tempat mereka tinggal.
Jalan rusak parah. Jalan yang baru dibangun satu tahun itu sudah pecah-pecah
dan berlubang. Apalagi kalau musim
kemarau. Setiap kendaraan proyek melintas, debu beterbangan ke sana kemari.
Debu-debu itu menyerobot celah-celah ventilasi lalu masuk ke rumah warga. Seluruh
perabot dan aksesori rumah diliputi debu. Mereka juga banyak yang mengeluh pada
pernapasan. Tidak sedikit dari mereka terkena infeksi saluran pernapasan akut. Akan
tetapi, tak satu pun warga yang berani mengadukan masalah ini kepada pihak yang
berwajib. Mereka juga tidak berani melakukan blockade jalan dengan menanam pohon pisang atau memalangi jalan dengan
bongkahan kayu agar kendaraan proyek tidak bisa melintas di jalan mereka.
Para warga tahu diri.
Mereka selama ini sudah dimanjakan oleh Dananjaya karena sering diundang
makan-makan serta mendapat uang pesangon. Mereka tidak enak pada Dananjaya jika
melakukan aksi penolakan terhadap pelaksanaan proyek meskipun mereka sangat
dirugikan oleh proyek tersebut.
Pernah ada aksi dari
gabungan LSM yang mengatasnamakan pembela rakyat kecil. Mereka menentang proyek
yang dipimpin Dananjaya ini karena merugikan warga. Para warga itu malah
membubarkan paksa gabungan LSM yang sebenarnya memerjuangkan hak-haknya. Mereka
mengusir para demonstran hingga mereka lari tunggang-langgang untuk
menyelamatkan diri. Demikian cerdik dan liciknya Dananjaya dalam memuluskan
proyeknya sehingga warga sekitar proyeknya tunduk padanya. Para warga seperti
kerbau yang dicocok hidungnya. Mereka menuruti semua kemauan dan membiarkan
niat Dananjaya itu berjalan sesuai dengan keinginannya.
Narti sebagai pemilik
jasa katering kewalahan menerima pesanan konsumsi dari Dananjaya. Setiap bulan
Narti menerima order lima sampai sepuluh kali. Setiap ordernya bernilai enam
sampai sepuluh juta. Jadi, selama ada proyek Dananjaya di tempat itu, Narti
perbulannya bisa meraup keuntungan antara sepuluh hingga lima belas juta.
Sungguh penghasilan yang fantastis bagi seorang janda beranak satu ini.
***
Janda kembang beranak
satu ini mulai genit. Narti berpenampilan seperti anak baru gede. Setiap hari
dia berpenampilan modis sekali. Bahkan anak gadisnya yang duduk di bangku SMA
kalah modis bila dibandingkan dengan ibunya. Para lelaki hidung belang berebut
simpati Narti. Mereka sering datang ke tempat Narti meskipun perut mereka belum
waktunya diisi nasi. Mereka memesan nasi hanya sekedar basa-basi. Para lelaki
itu hanya ingin menikmati kecantikan Narti.
Dananjaya sebagai
pemimpin proyek juga sering datang ke tempat usaha Narti. Dengan berlindung di
balik topi kuningnya dia bebas datang menemui Narti untuk memesankan konsumsi karyawan
dan para warga. Toh, hal semacam itu
mestinya bisa dilakukan oleh bawahan Dananjaya.. Dananjaya tidak memedulikan
jabatannya sebagai pemimpin proyek. Dia rela menanggalkan jabatannya demi
bertemu dengan Narti.
Gayung pun bersambut.
Narti juga sangat tertarik dengan Dananjaya. Mereka saling mencintai. Akhirnya,
mereka resmi menikah di depan penghulu daerah itu.
Dananjaya terkenal
sebagai pengusaha yang memunyai kedekatan dengan penguasa. Di antara mereka
tidak ada tabir pemisah. Jika Dananjaya mengurus izin pelaksanaan proyek di mana
pun tempatnya, maka penguasa selalu mengabulkannya. Hal ini tidak lepas dari
kecerdikan Dananjaya dalam merebut hati orang yang dianggap menguntungkannya. Dananjaya
selalu mengirimi mereka dengan segepok uang.
Di samping itu, Dananjaya
memiliki perempuan di mana-mana. Setiap ada proyek Dananjaya, di situ pasti ada
perempuan yang telah dinikahi secara sirri.
Andai dalam setahun dia pindah proyek lima kali, dia juga menikahi perempuan
sebanyak lima kali. Oleh karena itu, perempuan-perempuan yang mengaku sebagai
istri Dananjaya bisa lebih dari lima jumlahnya dalam satu bulan.
Rumah tangga Dananjaya
dengan Narti tak selurus akal bulusnya dalam memuluskan proyek-proyeknya. Rumah
tangga mereka dihantam badai perpecahan. Setiap hari dia cekcok dengan Narti. Puncaknya
ketika perilaku bejat Dananjaya menghamili anak semata wayang Narti terbongkar.
“Siapa, Lesi yang
menghamilimu?” tanya Narti menyelidiki pelakunya.
“Dananjaya,” jawabnya.
Bak disambar petir,
tubuh Narti gemetar. Matanya melotot. Mulutnya menganga. Dia lantas melesat
mencari Dananjaya.
“Dananjaya, keparat!”
teriak Narti sambil menggebuki Dananjaya yang pura-pura tidak tahu kepanikan
istrinya dengan rotan pemukul kasur. Dananjaya bangkit dari duduknya. Dia
berdiri melawan Narti. Bogeman mentah yang akan dilayangkan kepada Narti
mengenai Lesi, anak semata wayang Narti. Lesi tersungkur. Darah segar mengucur
dari kepalanya setelah menghantam tiang rumahnya. Lesi tak sadarkan diri. Dia
koma. Akhirnya, Lesi meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
“Binatang kau
Dananjaya!” umpat Narti sembari meratapi kematian anak tunggalnya.
***
Setahun Narti hidup
dalam duka. Dia berusaha melupakan kematian anak tunggalnya. Narti mencari
kesibukan dengan membuka usaha baru agar bisa terbebas dari ketergantungannya
kepada Dananjaya.
Narti membuka usaha
warung makan di pusat keramaian kota. Setiap hari warungnya tidak pernah sepi
dari pengunjung. Hal ini dikarenakan warung Narti berada di dekat kantor
pemerintah. Setiap pagi atau pada saat istirahat kerja, warung Narti dijejali
konsumen yang kebanyakan adalah laki-laki.
Narti berusaha
memekarkan senyum pada setiap pengunjung warungnya. Dia ingin melenyapkan
kenangan pahit jilid kedua bersama Dananjaya yang telah menghilangkan nyawa
anak tunggalnya. Kini Narti hidup mandiri. Dia ingin sukses membuka usaha
warung dengan modal sendiri.
Saat usaha Narti
mencapai puncaknya, tiba-tiba badai cobaan datang lagi. Narti mendengar kabar
bahwa Dananjaya sedang ditangkap dan disidik oleh pihak kepolisian atas dugaan
penyelewengan dana proyek pimpinannya. Dia dijerat pasal korupsi yang telah
merugikan negara 800 milyar rupiah.
Dananjaya adalah orang
yang licin. Dia orang yang sulit ditaklukkan. Para penyidik tidak berhasil
menemukan barang bukti keterlibatan Dananjaya dalam kasus korupsi yang
merugikan negara hingga 800 milyar rupiah. Akhirnya, Dananjaya dibebaskan dari
dugaan kasus korupsi.
Penyidik tidak berhenti
sampai disitu. Mereka mengembangkan penyidikan pada orang-orang terdekat dengan
Dananjaya. Mereka memanggili para mantan istri Dananjaya yang berjumlah lima
belas orang. Salah satunya adalah Narti. Mereka didatangkan untuk dimintai
kesaksian atas dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan suaminya.
Para penyidik berhasil
menemukan barang bukti baru. Mereka mendapatkan buku rekening bank para mantan
istri Dananjaya yang dinilai tidak wajar. Para penyidik menemukan transaksi
keuangan yang tidak wajar. Ternyata Dananjaya dalam melakukan transaksi terkait
dengan proyek-proyeknya menggunakan nomor rekening istri-istrinya. Oleh karena
itu, dalam kasus ini para mantan istri Dananjaya dijadikan sebagai tersangka.
Lima belas perempuan mantan istri Dananjaya itu ditangkap lalu dijebloskan ke
tahanan oleh para petugas dari pihak kepolsian dan KPK.
Sementara itu,
Dananjaya sebagai biang keladi masalah itu tertawa terbahak-bahak. Dia bisa
menghirup udara bebas. Dia berkeliaran memimpin proyek-proyek baru yang
bernilai milyaran rupiah.
“Dananjaya keparat!
Manusia setengah setan! Tunggulah balasan dari perbuatan yang telah kau lakukan
ini!” teriak Narti dari balik jeruji. Penjaga tahanan datang menghapiri Narti.
Dia menegur Narti agar tidak berteriak-teriak seperti itu lagi.
Narti diam. Dia
tidak berani membantah petugas itu lagi.
Dia tidak mampu berbuat apa-apa kecuali hanya mampu meratapi nasib hidup yang
di luar batas kemampuannya sebagai seorang janda.
Suasana ruang tahanan
pun hening. Tak ada suara dari para narapidana. Yang terdengar hanyalah suara
gemerincing borgol Narti yang dibentur-benturkan pada jeruji besi. Gelombang suara
borgol itu merembet di sepanjang lorong ruang tahanan. (*)
Wanar, 15
September 2015
BIODATA PENULIS